Skip to content

Kisah Tujuh Malaikat Penjaga Pintu-Pintu Langit

May 18, 2010

Bismillahirrohmanirrahim

Ibn Mubarak mengatakan bahwa Khalid bin Ma’dan berkata kepada sahabat Mu’adz bin Jabbal ra., “Ceritakanlah satu hadist yang kau dengar dari Rasulullah SAW, yang kau menghafalnya dan setiap hari kau mengingatnya lantaran sangat keras, halus dan dalamnya makna hadist tersebut. Hadist manakah yang menurut pendapatmu paling penting?”

Mu’adz menjawab, “Baiklah, akan kuceritakan.” Sesaat kemudian, ia pun menangis hingga lama sekali, lalu ia bertutur, “Sungguh kangennya hati ini kepada Rasulullah SAW, ingin rasanya segera bersua dengan beliau.”

Ia melanjutkan, “Suatu saat aku menghadap Rasulullah SAW. Beliau menunggangi seekor unta dan menyuruhku naik di belakangnya, maka berangkatlah kamu dengan unta tersebut. Kemudian beliau menengadahkan wajahnya ke langit, dan berdoa, ‘Puji syukur ke hadirat Allah, Yang Maha Berkehendak kepada makhluk-Nya menurut kehendak-Nya,”

Kemudian beliau SAW berkata, “Sekarang aku akan mengisahkan suatu cerita kepadamu yang, apabila engkau hafalkan, akan berguna bagimu, tapi kalau engkau sepelekan, engkau tidak akan mempunyai hujjah kelak di hadapan Allah SWT.”

“Hai, Mu’adz! Allah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Pada setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu, dan tiap-tiap pintu langit itu dijaga oleh malaikat penjaga pintu sesuai kadar pintu dan keagungannya.

Maka, malaikat Hafazhah (malaikat yang memelihara dan mencatat amal seseorang) naik ke langit dengan membawa amal seseorang yang cahayanya bersinar-sinar bagaikan cahaya matahari. Ia, yang menanggap amalan orang tersebut itu banyak, memuji amal-amal orang itu.

Tapi sampai di pintu langit pertama, berkata malaikat penjaga pintu langit itu kepada malaikat Hafazhah, ‘Tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku ini penjaga tukang pengumpat, aku diperintahkan untuk tidak menerima masuk tukang pengumpat orang lain. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya.’

Keesokan harinya, malaikat Hafazhah yang naik ke langit dengan membawa amal shalih seseorang lainnya yang cahanyanya berkilauan. Ia juga memujinya lantarang begitu banyaknya amal tersebut.

Namun malaikat di langit kedua mengatakan, ‘Berhentilah, dan tamparkan amal ini ke wajah pemiliknya, sebab dengan amalnya itu dia mengharap keduniaan. Allah memerintahkanku untuk menahan amal seperti ini, jangan sampai lewat hingga langit berikutnya.’

Maka seluruh malaikatpun melaknat orang tersebut sampai sore hari.

Kemudian kembali malaikat Hafazhah naik ke langit dengan membawa amal hamba Allah yang sangat memuaskan, dipenuhi amal sedekah, puasa, dan bermacam-macam kebaikan yang oleh malaikat Hafazhah dianggap demikian banyak dan terpuji.

Namun saat sampai di langit ketiga berkata malaikat penjaga pintu langit yang ketiga, ‘Tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku malaikat penjaga orang yang sombong. Allah memerintahkanku untuk tidak menerima orang sombong masuk. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya. Salahnya sendiri ia menyombongkan dirinya di tengah-tengah orang lain.’

Kemudian ada lagi malaikat Hafaziah yang naik ke langit keempat, membawa amal seseorang yang bersinar bagaikan bintang yang paling besar, suaranya bergemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, sholat, naik haji dan umrah.

Tapi ketika sampai di langit keempat, malaikat penjaga pintu langit keempat mengatakan kepada malaikat Hafazhah, ‘berhentilah, jangan dilanjutkan. Tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku ini penjaga orang-orang yang suka ujub (membanggakan diri). Aku diperintahkan untuk tidak menerima masuk amal tukang ujub. Jangan sampai amal itu melewatiku untuk mencapai langit yang berikutnya, sebab ia kalau beramal selalu ujub.’

Kemudia naik lagi malaikat Hafazhah ke langit kelima, membawa amal hamba yang diarak bagaikan pengantin wanita diiringi kepada suaminya, amal yang begitu bagus, seperti amal jihad, ibadah haji, ibadah umrah. Cahanya amal itu bagaikan matahari.

Namun, begitu sampai di langit kelima, berkata malaikat penjaga pintu kelima, “Aku ini penjaga sifat hasud (dengki, iri hati). Pemiliki amal ini, yang amalnya sedemikian bagus, suka hasud kepada orang lain atas kenikmatan yang Allah berikan kepadanya. Sungguh ia benci kepada apa yang diridhai Allah SWT. Saya diperintahkan agar tidak membiarkan amal orang seperti ini untuk melewati pintuku menuju pintu selanjutnya.’

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah naik dengan membawa amal lain berupa wudhu yang sempurna, sholat yang banyak, puasa, haji dan umrah.

Tapi saat ia sampai di langit keenam, malaikat penjaga pintu ini mengatakan, “Aku ini malaikat penjaga rahmat. Amal yang seolah-olah bagus ini, tamparkanlah ke wajah pemiliknya. Salah sendiri ia tidak pernah mengasihi orang lain. Apabila ada orang lain yang mendapatkan musibah, ia merasa senang. Aku diperintahkan agar amal seperti ini tidak melewatiku hingga dapat sampai ada pintu berikutnya.’

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah naik ke langit ketujuh dengan membawa amal seseorang hamba berupa bermacam-macam sedekah, puasa, sholat, jihad, dan kewara’an. Suaranyapun bergemuruh bagaikan petir. Cahayanya bagaikan kilat.

Namun tatkala sampai di langit yang ketujuh, malaikat penjaga langit ketujuh mengatakan, ‘Aku ini penjaga sum’at (ingin terkenal). Sesungguhnya orang ini ingin dikenal dalam kumpulan-kumpulan, selalu ingin terlihat lebih unggul di saat berkumpul, dan ingin mendapat pengaruh dari para pemimpin. Allah memerintahkanku agar amalnya tidak itu tidak sampai melewatiku. Setiap amal yang tidak bersih karena Allah, itulah disebut riya’. Allah tak akan menerima amal orang-orang yang riya’.’

Kemudian ada lagi malaikat Hafazhah naik membawa amal seseorang hamba: Sholat, zakat, puasa, haji, umroh, akhlaq yang baik, pendiam, tidak banyak bicara, dzikir kepada Allah. Amalnya itu diiringi para malaikat hingga lagit ketujuh., bahkan sampai menerobos memasuki hijab-hijab dan sampailah ke hadirat Allah.

Para malaikat itu berdiri di hadapan Allah. Semua menyaksikan bahwa amal ini adalah amal yang shalih dan ikhlas karena Allah SWT.

Namun Allah SWT berfirman, ‘Kalian adalah hafazhah, pencatat amal-amal hamba-Ku. Sedangkan Akulah yang mengintip hatinya. Amal ini tidak karena-Ku. Yang dimaksud oleh pemilik amal ini bukanlah Aku. Amal ini tidak diikhlaskan demi Aku. Aku lebih mengetahuinya dari kalian apa yang dimaksud olehnya dengan amalan itu. Aku laknat dia, karena menipu orang lain, dan juga menipu kalian (para malaikat hafazhah). Tapi aku tak akan tertipu olehnya.

Aku ini Yang Paling Tahu akan hal-hal yang ghaib. Akulah yang melihat isi hatinya, dan tidak akan samar kepada-Ku setiap apapun yang samar. Tidak akan tersembunyi bagi-Ku setiap apapun yang tersembunyi. Pengetahuan-Ku atas apa yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku akan apa yang akan terjadi. Pengetahuan-Ku atas apa yang telah berlalu sama dengan pengetahuan-Ku atas apa yang akan datang. Pengetahuan-Ku kepada orang-orang terdahulu sebagaimana pengetahuan-Ku kepada orang-orang yang kemudian. Aku lebih tahu atas apapun yang lebih samar daripada rahasia. Bagaimana bisa amal hamba-Ku menipu-Ku. Dia bisa menipu makhluk-makhluk, yang tidak tahu, sedangkan Aku ini Yang Mengetahui hal-hal yang ghaib. Laknat-Ku tetap kepadanya.’

Tujuh malaikat Hafazhah yang ada pada saat itu dan 3.000 malaikat lain yang mengiringi menimpali, “Wahai Tuhan kami, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami kepadanya.’

Maka, semu yang ada di langitpun mengatakan, ‘Tetaplah laknat Allah dan laknat mereka yang melaknat kepadanya.’

Mu’adz pun kemudian menangis terisak-isak dan berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana bisa aku selamat dari apa yang baru engkau ceritakan itu?”

Rasulullah SAW mejawab, “Wahai Mu’adz, ikutilah nabimu dalam hal keyakinan!”

Mu’adz berkata lagi, “Wahai Tuan, engkau adalah Rasulullah. Sedangkan aku ini hanyalah si Mu’adz bin Jabbal, bagaimana aku bisa selamat dan terlepas dari bahaya tersebut?’

Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya dalam amalmu ada kelengahan, tahanlah mulutmu, jangan sampai menjelekkan orang lain, dan juga saudara-saudaramu sesama ulama. Apabila engkau hendak menjelekkan orang lain, ingatlah pada dirimu sendiri. Sebagaimana engkau tahu, dirimupun penuh dengan aib. Janganlah membersihkan dirimu dengan menjelekkan orang lain. Jangan mengangkat diri sendiri dengan menekan orang lain.

Jangan riya’ dengan amalmu agar diketahui orang lain. Janganlah termasuk golongan orang yang mementingkan dunia dengan melupakan akhirat. Kamu jangan berbisik-bisik dengan seseorang padahal di sebelahmu ada orang lain yang tidak diajak berbisik.

Jangan takabur kepada orang lain, nanti akan luput bagimu kebaikan dunia dan akhirat. Jangan berkata kasar dalam suatu majelis dengan maksud supaya orang-orang takut akan keburukan akhlaqmu itu.

Jangan mengungkit-ungkit apabila berbuat kebaikan.

Jangan merobek-robek (pribadi) orang lain dengan mulutmu, kelak kamu akan dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka jahannam, sebagaiman firman Allah ‘Wannaasyithaati nasythaa.’ (Di neraka itu ada anjing-anjing perobek badan-badan manusia, yang mengoyak-ngoyak daging dari tulangnya).

Aku (Mu’adz) berkata, ‘Ya Rasulullah siapa yang akan kuat menanggung penderitaan semacam ini?’

Jawab Rasulullah SAW, ‘Wahai Mu’adz, yang kuceritakan tadi itu akan mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah SWT. Cukup untuk mendapatkan semua itu, engkau menyayangi orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu sendiri, dan membenci sesuatu terjadi kepada orang lain apa-apa yang engkau benci bila sesuatu itu terjadi kepadamu.’

Apabila bisa seperti itu, engkau akan selamat, terhindar dari penderitaan itu’.”

Khalid bin Ma’dan (yang meriwayatkan hadist itu dari Mu’adz RA) mengatakan, “Mu’adz sering membaca haidst ini sebagaimana seringnya ia membaca Al Quran, mempelajari hadist ini sebagaimana ia mempelajarai Al Quran dalam majelisnya.”

Wallahu a’lam

From → Kisah Langit

Leave a Comment

Leave a comment